1. Panjapinan
Panjapinan merupakan teater rakyat tradisional yang tumbuh
dan berkembang di Kalimantan Selatan berasal dari pengembangan tari dan musik
japin. Biasanya Japin Carita ini dibawakan untuk meramaikan malam pengantin dan
hari besar Islam. Jenis Teater ini boleh dibilang hampir punah karena sudah
sangat jarang dimainkan. Grup kesenian yang masih bisa memainkannya antara
lain, Grup Teater Banjarmasin dan La Bastari Kandangan
Pada tahun 1900, di Banjarmasin telah mengenal Japin Arab,
yang ditarikan oleh suku Arab di perkampungan Arab. Japin Arab berpengaruh
besar masyarakat sekitar, yakni Kampung Melayu, Kuin, Alalak, Sungai Miai,
Antasan Kecil, Kalayan, Banyiur. Sampai dengan tahun 1960 di Banjarmasin lebih
dari sepuluh orkes Japin lengkap dengan tari-tarian Japin yang
langkah-langkahnya agak mirip dengan Japin Arab. Tahun 1961 di kampung Sungai
Miai dipergelarkan Japin yang berisi tari Japin dilanjutkan dengan sebuah
cerita. Pada tahun 1975 dari dari Tapin menyebutkan bahwa ditemukan Japin
bercerita di Kampung Binuang Dalam. Informasi sebelumnya didapatkan pada tahun
1958 terdapat pergelaran Japin Bakisah di Margasari.
Dengan demikian, panjapinan muncul pada tahun 1958 dan tidak diketahui
siapa pencetusnya. Yang jelas, bahwa panjapinan adalah perkembangan dari Tari
dan musik Japin pesisiran. Diperkirakan lahir di Banjarmasin karena pengaruh
tonil/sandiwara dan komedi bangsawan kemudian berpengaruh pada masyarakat
Badamuluk di Margasari.
Kesenian madihin memiliki kemiripan dengan kesenian lamut,
bedanya terdapat pada cara penyampaian syairnya. Dalam lamut syair yang
disampaikan berupa sebuah cerita atau dongeng yang sudah sering didengar
dan lebih mengarah pada seni teater dengan adanya pemain dan tokoh cerita.
Sedangkan lirik syair dalam madihin sering dibuat secara spontan oleh
pemadihinnya dan lebih mengandung humor segar yang menghibur dengan nasihat-nasihat
yang bermanfaat.
Menurut berbagai keterangan asal kata madihin dari kata
madah, sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia karena ia menyanyikan
syair-syair yang berasal dari kalimat akhir bersamaan bunyi. Madah bisa juga
diartikan sebagai kalimat puji-pujian (bahasa Arab) hal ini bisa dilihat dari
kalimat dalam madihin yang kadangkala berupa puji-pujian. Pendapat lain
mengatakan kata madihin berasal dari bahasa Banjar yaitu papadahan atau
mamadahi (memberi nasihat), pendapat ini juga bisa dibenarkan karena isi dari
syairnya sering berisi nasihat.
Asal mula timbulnya kesenian madihin sulit ditegaskan. Ada
yang berpendapat dari kampung Tawia, Angkinang, Hulu Sungai Selatan. Dari
Kampun Tawia inilah kemudian tersebar keseluruh Kalimantan Selatan bahkan
Kalimantan Timur. Pemain madihin yang terkenal umumnya berasal dari kampung
Tawia. Ada juga yang mengatakan kesenian ini berasal dari Malaka sebab madihin
dipengaruhi oleh syair dan gendang tradisional dari tanah semenanjung Malaka
yang sering dipakai dalam mengiringi irama tradisional Melayu asli.
Cuma yang jelas madihin hanya mengenal bahasa Banjar dalam
semua syairnya yang berarti orang yang memulainya adalah dari suku Banjar yang
mendiami Kalimantan Selatan, sehingga bisa dilogikakan bahwa madihin berasal
dari Kalimantan Selatan. Diperkirakan madihin telah ada semenjak Islam menyebar
di Kerajaan Banjar lahirnya dipengaruhi kasidah.
Pada waktu dulu fungsi utama madihin untuk menghibur raja
atau pejabat istana, isi syair yang dibawakan berisi puji-pujian kepada
kerajaan. Selanjutnya madihin berkembang fungsi menjadi hiburan rakyat di
waktu-waktu tertentu, misalnya pengisi hiburan sehabis panen, memeriahkan
persandingan penganten dan memeriahkan hari besar lainnya.
Kesenian madihin umumnya digelarkan pada malam hari, lama
pergelaran biasanya lebih kurang 1 sampai 2 jam sesuai permintaan
penyelenggara. Dahulu pementasannya banyak dilakukan di lapangan terbuka agar
menampung penonton banyak, sekarang madihin lebih sering digelarkan di dalam
gedung tertutup.
Madihin bisa dibawakan oleh 2 sampai 4 pemain, apabila yang
bermain banyak maka mereka seolah-olah bertanding adu kehebatan syair, saling
bertanya jawab, saling sindir, dan saling kalah mengalahkan melalui syair yang
mereka ciptakan. Duel ini disebut baadu kaharatan
(adu kehebatan), kelompok atau pemadihinan yang terlambat atau tidak bisa
membalas syair dari lawannya akan dinyatakan kalah. Jika dimainkan hanya satu
orang maka pemadihinan tersebut harus bisa mengatur rampak gendang dan suara
yang akan ditampilkan untuk memberikan efek dinamis dalam penyampaian syair.
Pemadihinan secara tunggal seperti seorang orator, ia harus pandai menarik
perhatian penonton dengan humor segar serta pukulan tarbang yang memukau dengan
irama yang cantik.
Dalam pergelaran madihin ada sebuah struktur yang sudah
baku, yaitu:
a) Pembukaan,
dengan melagukan sampiran sebuah pantun yang diawali pukulan tarbang disebut
pukulan pembuka. Sampiran pantun ini biasanya memberikan informasi awal tentang
tema madihin yang akan dibawakan nantinya.
b) Memasang
tabi, yakni membawakan syair atau pantun yang isinya menghormati penonton,
memberikan pengantar, ucapan terima kasih dan memohon maaf apabila ada
kekeliruan dalam pergelaran nantinya.
c) Menyampaikan
isi (manguran), menyampaikan syair-syair yang isinya selaras dengan tema
pergelaran atau sesuai yang diminta tuan rumah, sebelumnya disampaikan dulu
sampiran pembukaan syair (mamacah bunga).
d) Penutup,
menyimpulkan apa maksud syair sambil menghormati penonton memohon pamit ditutup
dengan pantun penutup.
Saat ini pemadihin yang terkenal di
Kalimantan Selatan adalah John Tralala dan anaknya Hendra.
Di
kalangan masyarakat suku Banjar mendengarkan cerita rakyat merupakan ciri khas
tersendiri. Dalam kehidupan sehari-hari cerita rakyat disampaikan oleh mereka
yang telah berusia atau para orang tua kepada anak-anaknya. Pesan-pesan yang
disampaikan berupa nasehat dan perumpamaan, harapan-harapan dan lain
sebagainya. Mereka langsung menunjukkan mana yang patut diteladani atau
dicontoh dan mana yang patut ditinggalkan atau dijauhi dalam mengarungi bahtera
kehidupan seperti tersirat dalam cerita yang mereka ungkapkan. Jadi cerita yang
dituturkan salah satu cara menanamkan nilai-nilai luhur tradisi Banjar pada
kehidupan.
Tradisi
bercerita pada suku Banjar tidak hanya dituturkan di lingkungan keluarga atau
rumah tangga saja, tetapi ada juga pada masyarakat luas. Seni bercerita di
tengah masyarakat umum ini populer disebut BAKISAH. Orang yang membawakan
cerita dinamakan Tukang Kisah.
Mereka
yang berprofesi sebagai Tukang Kisah ini sering dipanggil ke berbagai daerah
untuk menuturkan koleksi cerita mereka. Kegiatan Bakisah umumnya dilakukan pada
malam hari. Cerita yang mengandung pesan moral sering diselingi humor untuk
menyegarkan suasana. Secara umum isi pesan berkisar tentang aspek kehidupan
bermasyarakat, sikap anak terhadap orang tua, antar sesama dan sopan santun
dalam pergaulan.
Fungsi
utama Tukang Kisah memberikan contoh-contoh kehidupan antara yang baik
dan buruk menurut adat istiadat yang disusun dalam bentuk cerita menarik.
Keahlian Tukang Kisah menentukan sampai atau tidak pesan yang diselipkan dalam
sebuah cerita. Dahulu untuk hiburan rakyat sering dipanggil Tukang Kisah untuk
mengisi berbagai acara keramaian di masyarakat Banjar.
Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Selatan melalui Sub Dinas Kesenian
beberapa tahun ini rutin melestarikan kesenian ini dengan acara tahunan Lomba
Bakisah Bahasa Banjar. Dalam lomba ini biasanya peserta mengeluarkan seluruh
kemampuannya, selain isi ceritanya menarik disampaikan dengan logat Banjar
kental, kostum dan gerak tubuh yang unik sering mereka tampilkan pula.
Tari hasil dari kebudayaan Banjar yang mempunyai nilai
mistis besar salah satunya adalah tari Gandut. Nama tarian ini berasal dari
sebutan terhadap penarinya yaitu Gandut. Kalau di masyarakat Jawa dikenal
istilah tledek dalam tari tayuban. Tari Gandut ini pada mulanya hanya
dimainkan di lingkungan istana kerajaan, baru pada kurang lebih tahun 1860-an
tari ini berkembang ke pelosok kerajaan dan menjadi jenis kesenian yang disukai
oleh golongan rakyat biasa. Tari ini dimainkan setiap ada keramaian, misalnya acara
malam perkawinan, hajad, pengumpulan dana kampung dan sebagainya
Gandut merupakan profesi yang unik dalam masyarakat dan
tidak sembarangan wanita mampu menjadi Gandut. Selain syarat harus cantik dan
pandai menari, seorang Gandut juga wajib menguasai seni bela diri dan
mantera-mantera tertentu. Ilmu tambahan ini sangat penting untuk melindungi
dirinya sendiri dari tangan-tangan usil penonton yang tidak sedikit ingin
memikatnya memakai ilmu hitam. Dahulu banyak Gandut yang diperistri oleh para
bangsawan dan pejabat pemerintahan, disamping paras cantik mereka juga diyakini
memiliki ilmu pemikat hati penonton yang dikehendakinya. Nyai Ratu Komalasari,
permaisuri Sultan Adam adalah bekas seorang penari Gandut yang terkenal
Pada masa kejayaannya, arena tari Gandut sering pula menjadi
arena persaingan adu gengsi para lelaki yang ikut menari. Persaingan ini bisa
dilihat melalui cara para lelaki tersebut mempertontonkan keahlian menari dan
besarnya jumlah uang yang diserahkan kepada para Gandut.
Tari Gandut sebagai hiburan terus berkembang di wilayah
pertanian di seluruh Kerajaan Banjar, dengan pusatnya di daerah Pandahan,
Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin.
Tari Gandut sejak tahun 1960-an sudah tidak berkembang lagi.
Faktor agama Islam merupakan penyebab utama hilangnya jenis kesenian ini
ditambah lagi dengan gempuran jenis kesenian modern lainnya. Sekarang
Gandut masih bisa dimainkan tetapi tidak lagi sebagai tarian aslinya hanya
sebagai pengingat dalam pelestarian kesenian tradisional Banjar.
Lamut merupakan salah satu kesenian tradisional Kalimantan
Selatan. Kesenian Lamut yang hampir punah ini hampir sama dengan beberapa jenis
kesenian di daerah lain, misalnya kesenian Cianjuran di Jawa Barat.
Perbedaannya terdapat pada cara menyampaikan dan alat musik yang mengiringi.
Kalau pada kesenian Cianjuran digunakan kecapi maka dalam Lamut digunakan alat
musik terbang besar.
Kesenian ini dinamai Lamut atau Balamut berasal dari seorang
tokoh yang berpengaruh dalam lingkungan kerajaan yang bernama Lamut.
Biasanya kesenian lamut ini diadakan karena ada nazar,
misalnya keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki kalau terkabul maka
diselenggarakan kesenian Lamut. Selain nazar bisa juga sebagai pengiring acara
khitanan, perkawinan, dan acara adat lainnya.
Pelaksanaan Lamut akan dilakukan pada malam hari mulai pukul
22.00 sampai pukul 04.00 atau menjelang subuh tiba. Pembawa cerita dalam Lamut
ini diberi julukan Palamutan. Pada acara, Palamutan dengan membawa terbang
besar yang diletakkan dipangkuannya duduk bersandar di tawing halat (dinding
tengah), dikelilingi oleh pendengarnya yang
terdiri dari tua-muda laki-perempuan. Khusus untuk perempuan disediakan tempat
di sebelah dinding tengah tadi.
Sebelum cerita Lamut dimulai disediakan dulu sesajen yang
terdiri dari air kembang, air baboreh, kelapa muda, gula merah, dan ketan. Di
samping itu harus ada perapen yang selalu mengepulkan kemenyan. Tujuannya agar
jalannya cerita dalam pembawaan Lamut berjalan dengan lancar, tidak ada
gangguan apa-apa sampai berakhirnya acara.
Cerita Lamut kalau diceritakan dengan cara biasa tidaklah
memakan waktu yang lama, cukup kira-kira 2 jam. Ceritanya pun sudah diketahui
oleh orang banyak. Tetapi mengapa orang selalu ingin menonton dan mendengarkan
Lamut? Ini adalah keahlian khusus dari Palamutan. Cerita Lamut dibawakan dengan
lagu merdu dan iringan terbang yang indah. Tidak semua bagian cerita dilagukan,
ada dialog-dialog tertentu dalam cerita kemudian diselingi oleh tabuhan
terbang. Apalagi yang membawakan Lamut dua orang, akan terlihat sangat menarik
saat dua Palamutan ini bersahut-sahutan. Pukulan terbang sering digunakan untuk
menandai perpindahan bagian cerita dalam cerita untuk menunjukkan suasana
perpindahan cerita atau penyisipan pesan-pesan tertentu dalam cerita.
6. Syair
Syair yang merupakan puisi tradisional yang cukup tua yang
tumbuh dan bertunas setelah masuknya peradaban islam ke indonesia, Kata para
ahli sejarawan Sastra; Kata Syair sendiri berasal dari kata Syu'ur
yang artinya perasaan.
Syair yang merupakan puisi tradisional, mendapatkan
pengaruh kesusasteraan islam seperti
pantun. Syair juga digunakan untuk melukiskan sesuatu yang panjang, bisa
tentang suatu cerita, ilmu, persahabatan dan lain lain.
Sedang ciri ciri atau karakteristik syair adalah sebagai berikut:
~ Tiap bait terdiri dari 4 baris
~ Biasanya setiap baris terdiri dari 4 kata
~ Sajaknya a-a-a-a
~ Ke empat baris merupakan rangkaian isi atau pesan
~ Tiap bait terdiri dari 4 baris
~ Biasanya setiap baris terdiri dari 4 kata
~ Sajaknya a-a-a-a
~ Ke empat baris merupakan rangkaian isi atau pesan
7. Mantra
Mantra memiliki
fungsi sebagai pengungkap tata nilai sosial budaya. Dalam mantra Banjar
terdapat pengaruh religi berupa unsur Kaharingan, unsur Melayu dan Jawa Budha,
dan unsur Islam. Berdasarkan pengaruh-pengaruh religi ini, kita akan mengetahui
bahwa dalam masyarakat Banjar, baik Banjar Kuala, Banjar Hulu, maupun Banjar
Batang Banyu ada atau pernah ada ketiga usur religi tersebut, yakni Kaharingan,
Budha, dan Islam.
Terlepas dari
masalah religi dan unsur magis tersebut, mantra Banjar merupakan salah satu
jenis sastra lisan milik orang Banjar. Mantra Banjar termasuk ke dalam jenis
puisi lama orang Banjar. Puisi lama yang satu ini diciptakan dan dilafalkan
oleh orang Banjar sejak dahulu untuk berbagai keperluan sehari-hari. Penciptaan
dan pelafalan mantra Banjar tersebut mengandung arti bahwa orang Banjar sejak
dahulu sudah mahir berpuisi, yakni dalam hal penciptaan dan pelafalan puisi
lama berupa mantra Banjar. Dapat pula kita katakan bahwa mantra Banjar menjadi
bukti sejak dahulu orang Banjar sudah mahir bersastra, yakni pada jenis puisi
lama. Mantra Banjar harus kita lestarikan karena selain berfungsi sebagai
pengungkap tata nilai sosial budaya Banjar dan bermanfaat dalam penggalian
nilai-nilai religi masyarakat Banjar, melalui mantra Banjar kita dapat
membuktikan bahwa orang Banjar mahir bersastra sejak dahulu. Pelestarian mantra
Banjar dapat dilakukan dengan mendokumentasikan mantra-mantra Banjar dalam
bentuk buku yang mudah dibaca oleh masyarakat Banjar khususnya dan masyarakat
di luar etnik Banjar umumnya. Bentuk pelestarian yang lebih hidup dan sesuai
perkembangan zaman pada masa sekarang ini berkaitan dengan mantra Banjar adalah
melestarikan kebiasaan berpuisi seperti yang dilakukan orang Banjar zaman
dahulu. Bentuk konkrit pelestarian yang lebih hidup ini adalah menciptakan
puisi-puisi pada zaman sekarang.
8.
Mamanda
Mamanda adalah
seni teater atau pementasan tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan. hubungan yang terjalin antara pemain dengan
penonton. Interaksi ini membuat penonton menjadi aktif menyampaikan
komentar-komentar lucu yang disinyalir dapat membuat suasana jadi lebih hidup.
Mamanda yang monoton pada alur cerita kerajaan. Sebab pada kesenian Mamanda
tokoh-tokoh yang dimainkan adalah tokoh baku seperti Raja, Perdana Menteri,
Mangkubumi, Wazir, Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam
(Badut/ajudan), Permaisuri dan Sandut (Putri). Tokoh-tokoh ini wajib ada dalam
setiap Pementasan. Agar tidak ketinggalan, tokoh-tokoh Mamanda sering pula
ditambah dengan tokoh-tokoh lain seperti Raja dari Negeri Seberang, Perompak,
Jin, Kompeni dan tokoh-tokoh tambahan lain guna memperkaya cerita.
Disinyalir
istilah Mamanda digunakan karena di dalam lakonnya, para pemain seperti Wazir,
Menteri, dan Mangkubumi dipanggil dengan sebutan pamanda atau mamanda oleh Sang Raja. Mamanda secara
etimologis terdiri dari kata "mama" (mamarina) yang berarti
paman dalam bahasa Banjar dan “nda” yang berarti terhormat. Jadi mamanda berarti
paman yang terhormat. Yaitu “sapaan” kepada paman yang dihormati dalam sistem
kekerabatan atau kekeluargaan.
Dialog
Mamanda lebih kepada improvisasi pemainnya. Sehingga spontanitas yang terjadi
lebih segar tanpa ada naskah yang mengikat. Namun, alur cerita Mamanda masih
tetap dikedepankan. Disini Mamanda dapat dimainkan dengan naskah yang utuh atau
inti ceritanya saja.
Asal
muasal Mamanda adalah kesenian Badamuluk yang
dibawa rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka tahun 1897.
Dulunya di Kalimantan
Selatan bernama Komedi Indra Bangsawan. Persinggungan kesenian lokal di Banjar dengan Komedi
Indra Bangsawan melahirkan bentuk kesenian baru yang disebut sebagai Ba Abdoel
Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk. Kesenian ini hingga saat ini lebih
dikenal dengan sebutan mamanda. Bermula dari kedatangan rombongan bangsawan
Malaka (1897 M) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa di
Tanah Banjar, kesenian ini dipopulerkan dan disambut hangat oleh masyarakat
Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama
"Mamanda"
Aliran
dan nilai budaya
Mamanda
mempunyai dua aliran. Pertama adalah Aliran Batang Banyu yang
hidup di pesisir sungai daerah Hulu Sungai yaitu di Margasari. Sering juga disebut Mamanda Periuk. Kedua adalah
Aliran Tubau yang bermula tahun 1937 M.
Aliran ini hidup di daerah Tubau, Rantau.
Sering dipentaskan di daerah daratan. Aliran ini disebut juga Mamanda Batubau.
Aliran ini yang berkembang diTanah Banjar.
Pertunjukkan
Mamanda mempunyai nilai budaya Yaitu pertunjukkan Mamanda disamping merupakan
sebagai media hiburan juga berfungsi sebagai media pendidikan bagi masyarakat
Banjar. Cerita yang disajikan baik tentang sejarah kehidupan, contoh toladan
yang baik, kritik sosial atau sindiran yang bersifat membangun, demokratis, dan
nilai-nilai budaya masyarakat Banjar.
Bermula,
Mamanda mempunyai pengiring musik yaitu orkes melayu dengan mendendangkan
lagu-lagu berirama melayu, sekarang beralih dengan iringan musik panting dengan
mendendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja, Lagu Tarima Kasih, Lagu Baladon,
Lagu Mambujuk, Lagu Tirik, Lagu Japin, Lagu Gandut , Lagu Mandung-Mandng, dan
Lagu Nasib.[2]
Perkembangan
Mamanda saat ini
Sekarang
ini Mamanda mulai terpinggirkan oleh kesenian modern. Bahkan mungkin, hanya
sedikit generasi muda yang tahu kesenian ini. Jika kesenian asli daerah seperti
Mamanda tak lagi mendapat perhatian generasi muda, jangan heran nantinya
benar-benar punah.
Mamanda
merupakan salah satu teater tradisional di Indonesia yang berasal dari daerah
Provinsi Kalimantan Selatan. Teater tradisional ini dapat kita sebut
sebagai salah satu sastra daerah yang setingkat dengan sastra daerah sejenis di
daerah lainnya seperti lenong di daerah Jakarta dan ketoprak di
daerah Jawa. Bahasa yang digunakan para tokoh dalam pementasan mamanda adalah
bahasa Banjar yang hidup dan berkembang di Provinsi Kalimantan Selatan, baik di
daerah pesisir (Kuala) maupun di daeah pedesaan (Pahuluan).
Tujuan
dari pementasan mamanda salah satunya adalah untuk mempertahankan eksistensi
pemakaian bahasa Banjar yang dewasa ini mulai mengalami pergeseran. Pergesaran
yang saya maksud adalah bahasa Banjar digeser pemakaiannya dengan pemakaian
bahasa gaul dan bahasa Inggris di masayarakt Banjar, baik di daerah pesisir
maupun di daerah pedesaan Provinsi Kalimantan Selatan. Dengan meningkatnya
pementasan mamanda dalam bentuk modern diharapkan masyarakat akan mengurangi
aktivitas menonton sinetron yang menggunakan bahasa gaul. Sinetron sebenarnya
merupakan salah satu penyebab timbulnya kebanggaan masyarakat Banjar memakai
bahasa gaul dan bahasa Inggris di Kalimantan Selatan.