Senin, 02 Juli 2012

sastra lisan banjar


1.    Panjapinan
Panjapinan merupakan teater rakyat tradisional yang tumbuh dan berkembang di Kalimantan Selatan berasal dari pengembangan tari dan musik japin. Biasanya Japin Carita ini dibawakan untuk meramaikan malam pengantin dan hari besar Islam. Jenis Teater ini boleh dibilang hampir punah karena sudah sangat jarang dimainkan. Grup kesenian yang masih bisa memainkannya antara lain, Grup Teater Banjarmasin dan La Bastari Kandangan
Pada tahun 1900, di Banjarmasin telah mengenal Japin Arab, yang ditarikan oleh suku Arab di perkampungan Arab. Japin Arab berpengaruh besar masyarakat sekitar, yakni Kampung Melayu, Kuin, Alalak, Sungai Miai, Antasan Kecil, Kalayan, Banyiur. Sampai dengan tahun 1960 di Banjarmasin lebih dari sepuluh orkes Japin lengkap dengan tari-tarian Japin yang langkah-langkahnya agak mirip dengan Japin Arab. Tahun 1961 di kampung Sungai Miai dipergelarkan Japin yang berisi tari Japin dilanjutkan dengan sebuah cerita. Pada tahun 1975 dari dari Tapin menyebutkan bahwa ditemukan Japin bercerita di Kampung Binuang Dalam. Informasi sebelumnya didapatkan pada tahun 1958 terdapat pergelaran Japin Bakisah di Margasari.
Dengan demikian, panjapinan  muncul pada tahun 1958 dan tidak diketahui siapa pencetusnya. Yang jelas, bahwa panjapinan adalah perkembangan dari Tari dan musik Japin pesisiran. Diperkirakan lahir di Banjarmasin karena pengaruh tonil/sandiwara dan komedi bangsawan kemudian berpengaruh pada masyarakat Badamuluk di Margasari.
2.    Madihin
Kesenian madihin memiliki kemiripan dengan kesenian lamut, bedanya terdapat pada  cara penyampaian syairnya. Dalam lamut syair yang disampaikan berupa sebuah cerita  atau dongeng yang sudah sering didengar dan lebih mengarah pada seni teater dengan adanya pemain dan tokoh cerita. Sedangkan lirik syair dalam madihin sering dibuat secara spontan oleh pemadihinnya dan lebih mengandung humor segar yang menghibur dengan nasihat-nasihat yang bermanfaat.
Menurut berbagai keterangan asal kata madihin dari kata madah, sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia karena ia menyanyikan syair-syair yang berasal dari kalimat akhir bersamaan bunyi. Madah bisa juga diartikan sebagai kalimat puji-pujian (bahasa Arab) hal ini bisa dilihat dari kalimat dalam madihin yang kadangkala berupa puji-pujian. Pendapat lain mengatakan kata madihin berasal dari bahasa Banjar yaitu papadahan atau mamadahi (memberi nasihat), pendapat ini juga bisa dibenarkan karena isi dari syairnya sering berisi nasihat.
Asal mula timbulnya kesenian madihin sulit ditegaskan. Ada yang berpendapat dari kampung Tawia, Angkinang, Hulu Sungai Selatan. Dari Kampun Tawia inilah kemudian tersebar keseluruh Kalimantan Selatan bahkan Kalimantan Timur. Pemain madihin yang terkenal umumnya berasal dari kampung Tawia. Ada juga yang mengatakan kesenian ini berasal dari Malaka sebab madihin dipengaruhi oleh syair dan gendang tradisional dari tanah semenanjung Malaka yang sering dipakai dalam mengiringi irama tradisional Melayu asli.
Cuma yang jelas madihin hanya mengenal bahasa Banjar dalam semua syairnya yang berarti orang yang memulainya adalah dari suku Banjar yang mendiami Kalimantan Selatan, sehingga bisa dilogikakan bahwa madihin berasal dari Kalimantan Selatan. Diperkirakan madihin telah ada semenjak Islam menyebar di Kerajaan Banjar lahirnya dipengaruhi kasidah.



Pada waktu dulu fungsi utama madihin untuk menghibur raja atau pejabat istana, isi syair yang dibawakan berisi puji-pujian kepada kerajaan. Selanjutnya madihin berkembang fungsi menjadi hiburan rakyat di waktu-waktu tertentu, misalnya pengisi hiburan sehabis panen, memeriahkan persandingan penganten dan memeriahkan hari besar lainnya.
Kesenian madihin umumnya digelarkan pada malam hari, lama pergelaran biasanya lebih kurang 1 sampai 2 jam sesuai permintaan penyelenggara. Dahulu pementasannya banyak dilakukan di lapangan terbuka agar menampung penonton banyak, sekarang madihin lebih sering digelarkan di dalam gedung tertutup.
Madihin bisa dibawakan oleh 2 sampai 4 pemain, apabila yang bermain banyak maka mereka seolah-olah bertanding adu kehebatan syair, saling bertanya jawab, saling sindir, dan saling kalah mengalahkan melalui syair yang mereka ciptakan. Duel ini disebut baadu kaharatan (adu kehebatan), kelompok atau pemadihinan yang terlambat atau tidak bisa membalas syair dari lawannya akan dinyatakan kalah. Jika dimainkan hanya satu orang maka pemadihinan tersebut harus bisa mengatur rampak gendang dan suara yang akan ditampilkan untuk memberikan efek dinamis dalam penyampaian syair. Pemadihinan secara tunggal seperti seorang orator, ia harus pandai menarik perhatian penonton dengan humor segar serta pukulan tarbang yang memukau dengan irama yang cantik.
Dalam pergelaran madihin ada sebuah struktur yang sudah baku, yaitu:
a)      Pembukaan, dengan melagukan sampiran sebuah pantun yang diawali pukulan tarbang disebut pukulan pembuka. Sampiran pantun ini biasanya memberikan informasi awal tentang tema madihin yang akan dibawakan nantinya.
b)      Memasang tabi, yakni membawakan syair atau pantun yang isinya menghormati penonton, memberikan pengantar, ucapan terima kasih dan memohon maaf apabila ada kekeliruan dalam pergelaran nantinya.
c)      Menyampaikan isi (manguran), menyampaikan syair-syair yang isinya selaras dengan tema pergelaran atau sesuai yang diminta tuan rumah, sebelumnya disampaikan dulu sampiran pembukaan syair (mamacah bunga).
d)      Penutup, menyimpulkan apa maksud syair sambil menghormati penonton memohon pamit ditutup dengan pantun penutup.
Saat ini pemadihin yang terkenal di Kalimantan Selatan adalah John Tralala dan anaknya Hendra.
Di kalangan masyarakat suku Banjar mendengarkan cerita rakyat merupakan ciri khas tersendiri. Dalam kehidupan sehari-hari cerita rakyat disampaikan oleh mereka yang telah berusia atau para orang tua kepada anak-anaknya. Pesan-pesan yang disampaikan berupa nasehat dan perumpamaan, harapan-harapan dan lain sebagainya. Mereka langsung menunjukkan mana yang patut diteladani atau dicontoh dan mana yang patut ditinggalkan atau dijauhi dalam mengarungi bahtera kehidupan seperti tersirat dalam cerita yang mereka ungkapkan. Jadi cerita yang dituturkan salah satu cara menanamkan nilai-nilai luhur tradisi Banjar pada kehidupan.
Tradisi bercerita pada suku Banjar tidak hanya dituturkan di lingkungan keluarga atau rumah tangga saja, tetapi ada juga pada masyarakat luas. Seni bercerita di tengah masyarakat umum ini populer disebut BAKISAH. Orang yang membawakan cerita dinamakan Tukang Kisah.


Mereka yang berprofesi sebagai Tukang Kisah ini sering dipanggil ke berbagai daerah untuk menuturkan koleksi cerita mereka. Kegiatan Bakisah umumnya dilakukan pada malam hari. Cerita yang mengandung pesan moral sering diselingi humor untuk menyegarkan suasana. Secara umum isi pesan berkisar tentang aspek kehidupan bermasyarakat, sikap anak terhadap orang tua, antar sesama dan sopan santun dalam pergaulan.
Fungsi utama Tukang Kisah memberikan contoh-contoh kehidupan antara yang baik dan  buruk menurut adat istiadat yang disusun dalam bentuk cerita menarik. Keahlian Tukang Kisah menentukan sampai atau tidak pesan yang diselipkan dalam sebuah cerita. Dahulu untuk hiburan rakyat sering dipanggil Tukang Kisah untuk mengisi berbagai acara keramaian di masyarakat Banjar.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Selatan melalui Sub Dinas Kesenian beberapa tahun ini rutin melestarikan kesenian ini dengan acara tahunan Lomba Bakisah Bahasa Banjar. Dalam lomba ini biasanya peserta mengeluarkan seluruh kemampuannya, selain isi ceritanya menarik disampaikan dengan logat Banjar kental, kostum dan gerak tubuh yang unik sering mereka tampilkan pula.
4.    Tari Gandut
Tari hasil dari kebudayaan Banjar yang mempunyai nilai mistis besar salah satunya adalah tari Gandut. Nama tarian ini berasal dari sebutan terhadap penarinya yaitu Gandut.  Kalau di masyarakat Jawa dikenal istilah tledek dalam tari tayuban. Tari Gandut ini pada mulanya hanya dimainkan di lingkungan istana kerajaan, baru pada kurang lebih tahun 1860-an tari ini berkembang ke pelosok kerajaan dan menjadi jenis kesenian yang disukai oleh golongan rakyat biasa. Tari ini dimainkan setiap ada keramaian, misalnya acara malam perkawinan, hajad, pengumpulan dana kampung dan sebagainya
Gandut merupakan profesi yang unik dalam masyarakat dan tidak sembarangan wanita mampu menjadi Gandut. Selain syarat harus cantik dan pandai menari, seorang Gandut juga wajib menguasai seni bela diri dan mantera-mantera tertentu. Ilmu tambahan ini sangat penting untuk melindungi dirinya sendiri dari tangan-tangan usil penonton yang tidak sedikit ingin memikatnya memakai ilmu hitam. Dahulu banyak Gandut yang diperistri oleh para bangsawan dan pejabat pemerintahan, disamping paras cantik mereka juga diyakini memiliki ilmu pemikat hati penonton yang dikehendakinya. Nyai Ratu Komalasari, permaisuri Sultan Adam adalah bekas seorang penari Gandut yang terkenal
Pada masa kejayaannya, arena tari Gandut sering pula menjadi arena persaingan adu gengsi para lelaki yang ikut menari. Persaingan ini bisa dilihat melalui cara para lelaki tersebut mempertontonkan keahlian menari dan besarnya jumlah uang yang diserahkan kepada para Gandut.
Tari Gandut sebagai hiburan terus berkembang di wilayah pertanian di seluruh Kerajaan Banjar, dengan pusatnya di daerah Pandahan, Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin.
Tari Gandut sejak tahun 1960-an sudah tidak berkembang lagi. Faktor agama Islam merupakan penyebab utama hilangnya jenis kesenian ini ditambah lagi dengan gempuran jenis kesenian modern lainnya.  Sekarang Gandut masih bisa dimainkan tetapi tidak lagi sebagai tarian aslinya hanya sebagai pengingat dalam pelestarian kesenian tradisional Banjar.



5.    Lamut
Lamut merupakan salah satu kesenian tradisional Kalimantan Selatan. Kesenian Lamut yang hampir punah ini hampir sama dengan beberapa jenis kesenian di daerah lain, misalnya kesenian Cianjuran di Jawa Barat. Perbedaannya terdapat pada cara menyampaikan dan alat musik yang mengiringi. Kalau pada kesenian Cianjuran digunakan kecapi maka dalam Lamut digunakan alat musik terbang besar.
Kesenian ini dinamai Lamut atau Balamut berasal dari seorang tokoh yang berpengaruh dalam lingkungan kerajaan yang bernama Lamut.
Biasanya kesenian lamut ini diadakan karena ada nazar, misalnya keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki kalau terkabul maka diselenggarakan kesenian Lamut. Selain nazar bisa juga sebagai pengiring acara khitanan, perkawinan, dan acara adat lainnya.
Pelaksanaan Lamut akan dilakukan pada malam hari mulai pukul 22.00 sampai pukul 04.00 atau menjelang subuh tiba. Pembawa cerita dalam Lamut ini diberi julukan Palamutan. Pada acara, Palamutan dengan membawa terbang besar yang diletakkan dipangkuannya duduk bersandar di tawing halat (dinding tengah), dikelilingi oleh pendengarnya yang terdiri dari tua-muda laki-perempuan. Khusus untuk perempuan disediakan tempat di sebelah dinding tengah tadi.
Sebelum cerita Lamut dimulai disediakan dulu sesajen yang terdiri dari air kembang, air baboreh, kelapa muda, gula merah, dan ketan. Di samping itu harus ada perapen yang selalu mengepulkan kemenyan. Tujuannya agar jalannya cerita dalam pembawaan Lamut berjalan dengan lancar, tidak ada gangguan apa-apa sampai berakhirnya acara.
Cerita Lamut kalau diceritakan dengan cara biasa tidaklah memakan waktu yang lama, cukup kira-kira 2 jam. Ceritanya pun sudah diketahui oleh orang banyak. Tetapi mengapa orang selalu ingin menonton dan mendengarkan Lamut? Ini adalah keahlian khusus dari Palamutan. Cerita Lamut dibawakan dengan lagu merdu dan iringan terbang yang indah. Tidak semua bagian cerita dilagukan, ada dialog-dialog tertentu dalam cerita kemudian diselingi oleh tabuhan terbang. Apalagi yang membawakan Lamut dua orang, akan terlihat sangat menarik saat dua Palamutan ini bersahut-sahutan. Pukulan terbang sering digunakan untuk menandai perpindahan bagian cerita dalam cerita untuk menunjukkan suasana perpindahan cerita atau penyisipan pesan-pesan tertentu dalam cerita.
6.    Syair
Syair yang merupakan puisi tradisional yang cukup tua yang tumbuh dan bertunas setelah masuknya peradaban islam ke indonesia, Kata para ahli sejarawan Sastra; Kata Syair sendiri berasal dari kata Syu'ur yang artinya perasaan.
Syair yang merupakan puisi tradisional, mendapatkan pengaruh kesusasteraan islam seperti pantun. Syair juga digunakan untuk melukiskan sesuatu yang panjang, bisa tentang suatu cerita, ilmu, persahabatan dan lain lain.





Sedang ciri ciri atau karakteristik syair adalah sebagai berikut:
~ Tiap bait terdiri dari 4 baris
~ Biasanya setiap baris terdiri dari 4 kata
~ Sajaknya a-a-a-a
~ Ke empat baris merupakan rangkaian isi atau pesan
7.    Mantra
Mantra memiliki fungsi sebagai pengungkap tata nilai sosial budaya. Dalam mantra Banjar terdapat pengaruh religi berupa unsur Kaharingan, unsur Melayu dan Jawa Budha, dan unsur Islam. Berdasarkan pengaruh-pengaruh religi ini, kita akan mengetahui bahwa dalam masyarakat Banjar, baik Banjar Kuala, Banjar Hulu, maupun Banjar Batang Banyu ada atau pernah ada ketiga usur religi tersebut, yakni Kaharingan, Budha, dan Islam. 
Terlepas dari masalah religi dan unsur magis tersebut, mantra Banjar merupakan salah satu jenis sastra lisan milik orang Banjar. Mantra Banjar termasuk ke dalam jenis puisi lama orang Banjar. Puisi lama yang satu ini diciptakan dan dilafalkan oleh orang Banjar sejak dahulu untuk berbagai keperluan sehari-hari. Penciptaan dan pelafalan mantra Banjar tersebut mengandung arti bahwa orang Banjar sejak dahulu sudah mahir berpuisi, yakni dalam hal penciptaan dan pelafalan puisi lama berupa mantra Banjar. Dapat pula kita katakan bahwa mantra Banjar menjadi bukti sejak dahulu orang Banjar sudah mahir bersastra, yakni pada jenis puisi lama. Mantra Banjar harus kita lestarikan karena selain berfungsi sebagai pengungkap tata nilai sosial budaya Banjar dan bermanfaat dalam penggalian nilai-nilai religi masyarakat Banjar, melalui mantra Banjar kita dapat membuktikan bahwa orang Banjar mahir bersastra sejak dahulu. Pelestarian mantra Banjar dapat dilakukan dengan mendokumentasikan mantra-mantra Banjar dalam bentuk buku yang mudah dibaca oleh masyarakat Banjar khususnya dan masyarakat di luar etnik Banjar umumnya. Bentuk pelestarian yang lebih hidup dan sesuai perkembangan zaman pada masa sekarang ini berkaitan dengan mantra Banjar adalah melestarikan kebiasaan berpuisi seperti yang dilakukan orang Banjar zaman dahulu. Bentuk konkrit pelestarian yang lebih hidup ini adalah menciptakan puisi-puisi pada zaman sekarang. 
8.    Mamanda 
Mamanda adalah seni teater atau pementasan tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan. hubungan yang terjalin antara pemain dengan penonton. Interaksi ini membuat penonton menjadi aktif menyampaikan komentar-komentar lucu yang disinyalir dapat membuat suasana jadi lebih hidup. Mamanda yang monoton pada alur cerita kerajaan. Sebab pada kesenian Mamanda tokoh-tokoh yang dimainkan adalah tokoh baku seperti Raja, Perdana Menteri, Mangkubumi, Wazir, Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam (Badut/ajudan), Permaisuri dan Sandut (Putri). Tokoh-tokoh ini wajib ada dalam setiap Pementasan. Agar tidak ketinggalan, tokoh-tokoh Mamanda sering pula ditambah dengan tokoh-tokoh lain seperti Raja dari Negeri Seberang, Perompak, Jin, Kompeni dan tokoh-tokoh tambahan lain guna memperkaya cerita.
Disinyalir istilah Mamanda digunakan karena di dalam lakonnya, para pemain seperti Wazir, Menteri, dan Mangkubumi dipanggil dengan sebutan pamanda atau mamanda oleh Sang Raja. Mamanda secara etimologis terdiri dari kata "mama" (mamarina) yang berarti paman dalam bahasa Banjar dan “nda” yang berarti terhormat. Jadi mamanda berarti paman yang terhormat. Yaitu “sapaan” kepada paman yang dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan.




Dialog Mamanda lebih kepada improvisasi pemainnya. Sehingga spontanitas yang terjadi lebih segar tanpa ada naskah yang mengikat. Namun, alur cerita Mamanda masih tetap dikedepankan. Disini Mamanda dapat dimainkan dengan naskah yang utuh atau inti ceritanya saja.
Asal muasal Mamanda adalah kesenian Badamuluk yang dibawa rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka tahun 1897. Dulunya di Kalimantan Selatan bernama Komedi Indra Bangsawan. Persinggungan kesenian lokal di Banjar dengan Komedi Indra Bangsawan melahirkan bentuk kesenian baru yang disebut sebagai Ba Abdoel Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk. Kesenian ini hingga saat ini lebih dikenal dengan sebutan mamanda. Bermula dari kedatangan rombongan bangsawan Malaka (1897 M) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa di Tanah Banjar, kesenian ini dipopulerkan dan disambut hangat oleh masyarakat Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama "Mamanda"
Aliran dan nilai budaya
Mamanda mempunyai dua aliran. Pertama adalah Aliran Batang Banyu yang hidup di pesisir sungai daerah Hulu Sungai yaitu di Margasari. Sering juga disebut Mamanda Periuk. Kedua adalah Aliran Tubau yang bermula tahun 1937 M. Aliran ini hidup di daerah Tubau, Rantau. Sering dipentaskan di daerah daratan. Aliran ini disebut juga Mamanda Batubau. Aliran ini yang berkembang diTanah Banjar.
Pertunjukkan Mamanda mempunyai nilai budaya Yaitu pertunjukkan Mamanda disamping merupakan sebagai media hiburan juga berfungsi sebagai media pendidikan bagi masyarakat Banjar. Cerita yang disajikan baik tentang sejarah kehidupan, contoh toladan yang baik, kritik sosial atau sindiran yang bersifat membangun, demokratis, dan nilai-nilai budaya masyarakat Banjar.
Bermula, Mamanda mempunyai pengiring musik yaitu orkes melayu dengan mendendangkan lagu-lagu berirama melayu, sekarang beralih dengan iringan musik panting dengan mendendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja, Lagu Tarima Kasih, Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu Tirik, Lagu Japin, Lagu Gandut , Lagu Mandung-Mandng, dan Lagu Nasib.[2]
Perkembangan Mamanda saat ini
Sekarang ini Mamanda mulai terpinggirkan oleh kesenian modern. Bahkan mungkin, hanya sedikit generasi muda yang tahu kesenian ini. Jika kesenian asli daerah seperti Mamanda tak lagi mendapat perhatian generasi muda, jangan heran nantinya benar-benar punah.
Mamanda merupakan salah satu teater tradisional di Indonesia yang berasal dari daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Teater tradisional ini dapat kita sebut sebagai salah satu sastra daerah yang setingkat dengan sastra daerah sejenis di daerah lainnya seperti lenong di daerah Jakarta dan ketoprak di daerah Jawa. Bahasa yang digunakan para tokoh dalam pementasan mamanda adalah bahasa Banjar yang hidup dan berkembang di Provinsi Kalimantan Selatan, baik di daerah pesisir (Kuala) maupun di daeah pedesaan (Pahuluan).
Tujuan dari pementasan mamanda salah satunya adalah untuk mempertahankan eksistensi pemakaian bahasa Banjar yang dewasa ini mulai mengalami pergeseran. Pergesaran yang saya maksud adalah bahasa Banjar digeser pemakaiannya dengan pemakaian bahasa gaul dan bahasa Inggris di masayarakt Banjar, baik di daerah pesisir maupun di daerah pedesaan Provinsi Kalimantan Selatan. Dengan meningkatnya pementasan mamanda dalam bentuk modern diharapkan masyarakat akan mengurangi aktivitas menonton sinetron yang menggunakan bahasa gaul. Sinetron sebenarnya merupakan salah satu penyebab timbulnya kebanggaan masyarakat Banjar memakai bahasa gaul dan bahasa Inggris di Kalimantan Selatan.